Início Sem categoria Sebagai Mahasiswa Patut Kritis Atau Keberadaan

Sebagai Mahasiswa Patut Kritis Atau Keberadaan

Baru-baru ini aku tersadar bahwa rupanya kita tak sedang bagus-bagus saja. Dibalik semua kemudahan yang tersedia, ada ironi yang terjadi di kalangan mahasiswa. 2 tahun aku menjadi mahasiswa tak pernah sekalipun aku benar-benar hikmat meniru prosesi aktivitas laporan performa organisasi mahasiswa, bagus internal ataupun eksternal. Malah di lingkup organisasi nasional malah aku konsisten bertindak sama, belum juga tersadarkan. Sampai kesudahannya ada seorang senior yang bicara semacam ini; ” Mana kalian yang dahulu? Yang saat calon purna jabatan akan membacakan laporan pertanggungjawaban, mereka berkeringat dingin sebab takut kalian bantai. Kini hal semacam itu telah mulai sirna. Tak ada lagi motivasi membara dalam menganalisis, tak ada lagi ganasnya kalian minta penjelasan. Yang ada cuma iya-iya saja meski banyak yang dapat dipertanyakan.”

Kejadian di atas pasti acap kali kita natural, lebih-lebih mahasiswa hampir tua yang telah banyak mengamati pergantian pemangku jabatan politik kampus. Ya, begitulah adanya. Kalau untuk kabar yang benar-benar dekat dengan mahasiswa seperti kebijakan kampus saja kita tak peduli, bagaimana slot gacor hari ini dengan nasib bangsa Indonesia?

Berdasarkan Chance (1986) mengatakan bahwa berdaya upaya kritis ialah kesanggupan untuk menganalisa fakta, memrakarsai dan memberesi gagasan, mempertahankan anggapan, membikin perbandingan, menarik rangkuman, mengukur argumen dan mengatasi problem. Terbukti, mahasiswa telah tak lagi kritis, atau bahasa awamnya mulai timbul bibit-bibit apatis. Kita tak lagi tergerak untuk menganalisis dan menganalisis seputar apa-apa yang terjadi di sekitar kita. Kita lebih berminat dengan hal-hal yang menyenangkan. Meskipun menaikkan angka follower sosial media atau push rank game online.

Aksi demonstrasi mahasiswa yang acap kali dilaksanakan mahasiswa malah terkesan belum optimal membawa perubahan. Namun benar-benar perlu kita apresiasi, sebab orang-orang hal yang demikian ialah mahasiswa yang masih ingin berpanas-panas membela rakyat Indonesia. Tidak, cukup disayangkan saat aksi cuma menjadi kultur tanpa ada hal yang benar-benar mendasari. Lebih acap kali berujung anarki tanpa usai dengan solusi. Memaksakan diri meski belum dengan seksama dikritisi. Semoga aksi-aksi berikutnya dapat lebih aspiratif dan membawa kebaikan.

Tak bisa diacuhkan metode yang ada membikin kita terbuai dan makin jauh dengan masyarakat. Kita masih terbuai keromantisan pengorbanan. Mengelu-elukan prestasi mahasiswa masa silam yang lekat dengan titel agen perubahan. Meskipun takut kita sedang mengidap waham. Waham, sebab tiap-tiap hari kita merasa komponen dari pembuat perubahan, penyambung lidah rakyat, dan pembela kebenaran. Sudah, sudahkah kita peduli dengan situasi di sekitar kita? Sangat sedekat apa kita dengan masyarakat? Perubahan apa yang sudah kamu upayakan? Siapa tahu itu cuma daya pikir kita belaka.

Salah satu misalnya, kabar LGBT yang sedang beredar akhir-akhir ini seakan-akan luput dari radar isu mahasiswa. Kalau miris sekiranya ilmu yang kita pelajari seakan tak ada koneksi dengan problem di dunia kongkret. Mana bunyi mahasiswa ber-IP tinggi yang mungkin telah khatam buku-buku berkaitan kesehatan jiwa atau gangguan seksual. Ingin bukan kita yang punya jalan masuk ilmu lebih yang memberi pencerahan pada bangsa ini, ingin siapa lagi?. Aku pada pemerintah saja tak cukup. Kemenkes masih bergelut dengan wabah difteri yang timbul kembali sesudah gempuran gerakan anti vaksin. Ngomong-ngomong seputar gerakan anti vaksin yang mungkin menjadi biang keladi wabah difteri yang sedang terjadi. Meskipun pernah berdaya upaya, mungkin ini terjadi sebab dunia dipenuhi dengan isu hoaks dan isu salah tanpa ada yang mengklarifikasi. Kini jadi sikap tak peduli kita yang menyebabkan masyarakat yang keder jadi salah menelan isu. Mungkin sekiranya ketika yang lalu semua mahasiswa bikin pencerdasan massal dan bikin gerakan yang melawan kategori anti vaksin, kejadian luar umum ini tak akan terjadi. Mungkin…

Kini kita sangatlah eksis, jauh dibanding pejuang-pejuang kita di masa dahulu. Kini curahan hati seputar eks saja telah ribuan yang mengamati dan di-like. Entah like itu maksudnya memberi dukungan moril, atau menyukai bila orang hal yang demikian jomblo. Bandingkan dengan pejuang dulu yang membagikan artikel seputar rasa gelisah akan masa depan bangsa cuma didengar segelintir sahabat nongkrong. Meskipun-hal seperti cinta, barang elektronik baru, atau nyanyian baru lebih disukai dan lebih aman untuk kita suarakan. Terbukti kita lebih eksis ketimbang kritis membahas kabar-kabar yang bermakna.

Nah kini, apakah eksis saja telah cukup? Sudah sekali kita share status, akan ada ribuan pun jutaan yang membaca. Terbukti eksisnya kita itu tak serta merta menghasilkan kita agen perubahan. Terbukti mahasiswa ‘zaman old’ yang bahkan lebih berhasil membawa perubahan, meski komunikasi antar pergerakan saja masih patut surat-suratan. Demonstrasi besar-besaran dahulu tak mungkin dishare melewati grup WA maupun Line. Pasti butuh effort yang benar-benar ekstra supaya segala orang tahu seputar apa yang mereka suarakan.

Di sini penulis mengajak mahasiswa yang telah eksis maupun belum untuk belajar menjadi lebih kritis. Itu dengan menjadi kritis, keberadaan kita akan membawa kebaikan yang lebih masif. Dunia maya butuh kita. Mari kita pertajam sensitifitas dan sikap kritis kita kepada situasi di sekitar. Lalu slot888 kita sebarkan ilmu kita, supaya menjadi penerang di kegelapan. Meskipun filosofi gelas, tak ada gelas yang benar-benar kosong. Kalau tak diisi air karenanya dia akan terisi dengan udara. pula dunia maya, sekiranya tak kita isi dengan isu bagus, karenanya telah pasti akan terisi dengan keburukan-keburukan. Ayo, eksis plus kritis biar tak apatis apalagi anarkis.

“Buka mata, lalu lihatlah dunia. Sadarlah bumi masih butuh kita… Buka hati, lalu perbaiki diri, sebab ujian dari-Nya bermula dari sini.

Deixe um comentário

O seu endereço de e-mail não será publicado. Campos obrigatórios são marcados com *

*